Lalu Sosok Dipa Nusantara Aidit
alias DN Aidit, selalu dikaitkan dengan Partai
Komunis Indonesia alias PKI. Aidit juga disebut sebagai aktor dari eksistensi
PKI di masa pemberontakan Madiun 1948 sampai 1965.
Ada cerita menarik tentang Menteri
Agama Saifuddin Zuhri ini. Cerita debatnya dengan Ketua Central Committee
Partai Komunis Indonesia (PKI) Aidit. Buku yang berjudul Menteri-Menteri Agama
RI: Biografi Sosial Politik dan disunting oleh Azyumardi Azra dan Saiful Umam
mencatat peristiwa ini.
Pada tahun 60-an tikus menjadi hama
pertanian yang sangat merusak. Jadi Pemuda Rakyat sebagai underbouw PKI membawa
isu hama tikus dalam acara mereka. Pemuda Rakyat mendemonstrasikan pesta makan
daging tikus di Istora senayan. DN Aidit yang saat itu menjadi tokoh
sentral di dalam tubuh PKI, kerap membagikan daging tikus untuk disantap rakyat Indonesia.
Pesta ini jadi punya makna buat PKI
dan musuh-musuhnya. Pertama, PKI memberikan solusi pemberantasan hama
pertanian. Kedua, pelecehan terhadap hukum Islam yang mengharamkan makan daging
tikus. Ketiga, pertanda dimulainya gerakan pengganyangan sistematis mulai dari
tikus (koruptor dan manipulator), setan desa, setan kota kapitalis birokrat,
dan semua musuh PKI.
Isu daging tikus ini dibawa-bawa ke
sidang DPA (Dewan Pertimbangan Agung) yang dipimpin Soekarno. Saifuddin Zuhri
ikut dalam sidang DPA karena selain sebagai Menteri agama, ia merangkap sebagai
anggota DPA.
Di sidang itu, Saifuddin Zuhri duduk
persis di sebelah kanan Aidit. Aidit mengajukan pertanyaan kepada Mentri Agama saat itu,
“Saudara Ketua, tolong tanyakan kepada Menteri Agama yang duduk di sebelah
kanan saya, bagaimana hukumnya menurut agama Islam makan daging tikus?”
Sebetulnya.Aidit sudah tahu bahwa
dalam Islam memakan daging tikus adalah haram hukumnya, tapi ia berlagak tidak tahu, ia
lebih senang dikenal sebagai orang yang anti agama. Aidit hanya ingin
memamerkan, yang menurutnya merupakan kelemahan Islam dalam mengatasi persoalan
tanah air.
Makanya, ia sengaja mengajak berdebat
dengan menteri agama dan mengatakan bahwa memakan tikus adalah bagus karena dapat membantu membasmi hama.
Mendapat pertanyaan seperti itu,
Saifuddin Zuhri tidak menjawab dengan mengutip dalil – dalil Quran mengenai
memakan tikus, tapi ia menjawab dengan bahasa yang
enteng saja.
Secara spontan Saifuddin Zuhri
menjawab enteng, “Saudara Ketua, tolong beritahukan kepada si penanya di
sebelah kiriku ini bahwa aku sedang berjuang agar rakyat mampu makan ayam
goreng. Karena itu jangan dibelokkan (mereka) untuk makan daging tikus!”
Mendengar itu, anggota DPA lainnya
tergelak, termasuk pemimpin sidang Soekarno.
Buku berjudul Idham Chalid, Guru
Politik Orang NU yang ditulis Ahmad Muhajir mengutip pernyataan Saifuddin Zuhri
terkait peristiwa itu.
“Aku merasa ditantang dengan
sindirannya yang bernada penghinaan di muka orang banyak dan di muka presiden.
Kalau D.N. Aidit bersikap ikhlas, apa salahnya ia bertanya langsung kepadaku,
tempat kami duduk cuma berjarak 20 cm. Meskipun aku seorang menteri, tetapi
tetap menjadi anggota DPA (merangkap). Selain itu sebagai seorang pemimpin
kelompok, tentunya ia sudah mempelajari apa yang ia tanyakan dan pasti ia sudah
tahu bagaimana pandangan kaum muslimin Indonesia tentang hukum makan daging
tikus. Tetapi, dia sengaja mendemonstrasikan rasa antipatinya terhadap Islam,”
kata Syaifuddin Zuhri.
Saifuddin Zuhri–peraih Bintang
Equitem Commendatorem Ordinis Sancti Silvestri Papae dari Sri Paus di Vatican,
Roma, pada 1965–menjadi representasi elit NU melawan PKI. Di akar rumput
terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur, NU menjadi lawan tanding sepadan buat
PKI. Bahkan pasca G-30-S/PKI, NU menuntut pembubaran PKI, walaupun ditolak
keras oleh Soekarno, karena menurut NU situasi rumit ini hanya bisa dibenahi
setelah tidak ada PKI.
[3]Berangkat Dari Pesantren yang ditulis Saifuddin Zuhri
Post a Comment