Sejarah penuh dengan wanita yang
telah melakukan pekerjaan besar selama beberapa dekade terakhir. Dari
sains hingga seni rupa hingga olahraga ekstrim, saat ini setiap disiplin ilmu
memiliki pahlawan wanita. Faktanya selalu ada 'wanita pertama' dalam segala
hal. Aceh salah satunya.
Keumalahayati, juga dikenal sebagai
Malahayati, adalah laksamana wanita pertama di dunia. Kisah dan
prestasinya lebih dari sekadar mengesankan; mereka berani, terhormat,
sukses, dan mengagumkan.
Keumalahayati | mvslim.con
Lebih dari 400 tahun yang lalu,
Malahayati menjadi Laksamana wanita pertama yang memimpin angkatan laut di
dunia modern. Menjadi santri di sebuah pesantren, lulusan militer dan
seorang janda, ia memimpin sepasukan janda lainnya menjadi salah satu pasukan
tempur yang paling ditakuti dan tangguh untuk berkeliaran di lautan sekitar
Sumatera. Ya, Anda membacanya dengan benar, semua tentara wanita.
Dia sangat ditakuti sehingga ketika
D utch memutuskan untuk menyerang Sumatra pada tahun 1600, dia hanya pergi
dan menculik Laksamana senior Van Neck, menenggelamkan sebagian besar armadanya
dan membunuh Komandan Senior De Houtman. Belanda datang memohon perjanjian
damai, yang hanya ditandatangani ketika Belanda meminta maaf dan setuju untuk
tidak pernah kembali.
Benteng inong balee | Indonesia
Kaya
Malahayati adalah putri Laksamana
Machmud Syah dari Kerajaan Aceh. Setelah lulus dari Pesantren, sebuah
pesantren, ia melanjutkan studinya di Akademi Militer Kerajaan Aceh yang
dikenal dengan Ma'had Baitul Maqdis.
Menyusul jatuhnya Malaka (sekarang
bagian dari Malaysia) ke penjajah Portugis, Aceh (sekarang provinsi paling
barat Indonesia) menjadi faksi yang lebih kuat dan memastikan bahwa rute
pelayaran pedagang di Selat Malaka tetap eksklusif untuk pedagang
Asia. Pemimpin kerajaan, Sultan Alauddin Mansur Syah memperkuat kekuatan
militernya dengan membangun angkatan laut yang kuat dan memutuskan untuk
mengangkat Malahayati, seorang janda pendekar Aceh, sebagai Laksamana
Pertama. Prajurit Aceh dan para jenderal lainnya selalu menghormati
Malahayati. Dia juga telah membuktikan dirinya sebagai komandan legendaris
selama beberapa pertempuran dengan Portugis dan Belanda.
Pada tahun 1599, komandan ekspedisi
Belanda Cornelis de Houtman tiba di pelabuhan Aceh. Sultan menerimanya
dengan damai sampai de Houtman menghinanya. Orang Belanda yang sempat
bentrok dengan Kesultanan Banten di barat laut Jawa sebelum kedatangannya di
Aceh itu memutuskan untuk menyerang. Malahayati memimpin Pasukan Inong
Balee (janda prajurit yang telah meninggal) sebagai tanggapan atas tantangan
Belanda dan setelah beberapa pertempuran sengit, akhirnya membunuh de Houtman
pada 11 September 1599.
Cornelis de Houtman | wikipedia
Utusannya adalah Laksamana Laurens Bicker dan Gerard de Roy. Pada Agustus 1601, Malahayati bertemu dengan utusan Maurits untuk membuat perjanjian perjanjian. Gencatan senjata disepakati dan Belanda membayar 50 ribu gulden sebagai kompensasi atas tindakan Paulus van Caerden, sedangkan Malahayati membebaskan tahanan Belanda. Setelah kesepakatan tersebut, Sultan mengirimkan tiga utusan ke Belanda.
Pada Juni 1602, reputasi Malahayati sebagai penjaga Kerajaan Aceh membuat Inggris memilih cara diplomasi yang damai untuk memasuki Selat Malaka. Sepucuk surat dari Ratu Elizabeth I dibawa oleh James Lancaster kepada Sultan, dan Malahayati-lah yang memimpin negosiasi dengan Lancaster. Perjanjian tersebut membuka jalur Inggris ke Jawa, dan mereka segera bisa membangun kantor dagang di Banten. Elizabeth I menghadiahkan Lancaster gelar kesatria atas keberhasilan diplomasi di Aceh dan Banten.
Makam Keumalahati di Aceh | Merdeka
Malahayati tewas dalam pertempuran
saat menyerang armada Portugis di Teuluk Krueng Raya. Ia dimakamkan di
lereng Bukit Kota Dalam, desa nelayan kecil 34 km dari Banda Aceh.
Saat ini, Malahayati telah memiliki
kapal angkatan laut, universitas, rumah sakit, dan jalan raya di beberapa kota
di Sumatera yang dinamai menurut namanya.
Post a Comment