Apa itu Lubang Cacing (Wormhole)?
Hipotesis, Fakta, dan Harapan tentang Lubang Cacing
Alam semesta merupakan tempat yang
sangat luas. Ada sekitar 10 triliun galaksi di alam semesta ini, tiap
galaksinya mengandung sekitar 100 miliar bintang[1]. Bisa dibayangkan betapa
luar biasa melimpahnya planet-planet indah di luar sana. Milyaran planet yang
mengapung dalam kegelapan menunggu kita untuk datang kesana, menjadikan mereka
sebagai tempat tinggal kedua jika bumi sudah lenyap tak bersisa. Entah karena dihantam
meteor atau dihancurkan sendiri oleh umat manusia yang gemar bersengketa.
Seandainya kita bisa mengabaikan
segala perbedaan yang ada diantara kita dan bekerja sama atas nama umat
manusia, menemukan planet baru yang layak huni bukanlah hal yang sulit. Hal
yang lebih sulit daripada menemukan planet adalah bagaimana caranya pergi
kesana. Jarak merupakan masalah utamanya. Gliese 581 d, planet mirip bumi yang
paling dekat dengan tatasurya kita saja jaraknya sudah lebih dari 20 tahun
cahaya[2]. Artinya dibutuhkan waktu lebih dari 20 tahun bagi cahaya untuk bisa
sampai kesana. Apalagi pesawat kita yang kecepatannya masih sangat jauh di
bawah kecepatan cahaya, butuh waktu lebih lama lagi.
Sebuah harapan: Lubang cacing
(wormhole)
Alam memberi kita harapan. Menurut
salah satu hukum alam yang bernama teori relativitas umum, ada sebuah objek
yang dapat berfungsi sebagai terowongan intergalaktik. Terowongan ini bernama
lubang cacing (wormhole). Meskipun namanya lubang cacing tetapi objek ini tidak
ada hubungannya dengan lubang ataupun cacing. Lubang cacing merupakan suatu
struktur dalam ruang-waktu yang dapat menghubungkan dua daerah berjauhan di
alam semesta. Dengan menggunakan lubang cacing, perjalanan yang normalnya
memakan waktu ribuan tahun cahaya dapat ditempuh dalam waktu singkat.
Lubang cacing berbeda dari lubang
hitam. Lubang hitam memang menyerap semua materi dan gelombang akan tetapi
materi dan gelombang ini tidak dimuntahkan kembali oleh lubang hitam ke suatu
tempat di alam semesta. Benda yang sudah masuk ke lubang hitam akan
terkoyak-koyak sampai pada level atom dan menyatu dengan jantung lubang hitam.
Sementara itu, benda yang masuk ke lubang cacing akan muncul lagi ke suatu
tempat di alam semesta.
Istilah lubang cacing berasal dari
analogi apel. Alam semesta kita diibaratkan permukaan sebuah apel dan kita
diibaratkan sebagai seekor semut yang hanya bisa berjalan di atas permukaan
apel.
Misalkan kita ingin pergi dari satu
titik ke titik yang lain. Kita tentunya harus berjalan dalam lintasan yang
melengkung. Tapi jika kita menjadi cacing, maka kita bisa memakan apel tersebut
sehingga menghasilkan jalan baru yang lebih pendek. Semut pun akhirnya bisa
menggunakan jalan yang dibuat oleh cacing ini agar bisa sampai ke tempat tujuan
dengan lebih cepat. Ilmuwan menyebut jalan pintas ini dengan lubang cacing.
Konsep tentang lubang cacing lahir
secara tidak sengaja di tangan Einstein. Lubang cacing awalnya tidak dianggap
sebagai jalan pintas yang menghubungkan dua tempat berjauhan di alam semesta.
Pada tahun 1935, Einstein bersama dengan Nathan Rosen mencoba merumuskan teori
tentang partikel fundamental (seperti elektron) menggunakan teori relativitas
umum. Einstein ingin menjadikan teorinya sebagai Theory of Everything, teori
yang tidak hanya menjelaskan ruang dan waktu melainkan juga segala sesuatu yang
ada di dalamnya, yang tentunya tersusun dari partikel fundamental. Dengan
analisa matematika yang kompleks dan rumit, lahirlah objek yang dikenal dengan
nama jembatan Einstein-Rosen (Einstein-Rosen bridge). Sayangnya usaha Einstein
ini tidak berhasil. Akan tetapi sisa-sisa pekerjaan Einstein ini tidak lenyap
seluruhnya. Jembatan Einstein-Rosen justru menjadi objek kajian tersendiri dan
sekarang kita menyebutnya dengan nama lubang cacing.[4].
Harapan Palsu?
Pada tahun 1962 kita sedikit dibuat
kecewa karena lubang cacing tampaknya hanyalah harapan palsu bagi mimpi-mimpi
perjalanan intergalaktik. Pada tahun itu, Fuller dan Wheeler melakukan
penyelidikan lebih lanjut dan menghasilkan kesimpulan bahwa lubang cacing
ternyata sangat tidak stabil sehingga tidak mungkin bisa dilewati.
Seandainya lubang cacing muncul. maka
dalam waktu yang sangat singkat ia akan menutup kembali, berubah menjadi lubang
hitam. Jadi sebelum kita sempat masuk, lubang cacing sudah tertutup kembali. Sekalipun
kita mencoba masuk secepat yang kita bisa, kita hanya akan terjepit di mulut
lubang cacing dan lenyap dalam singularitas (jantung lubang hitam).[5]
Agar lubang cacing tidak menutup
kembali, kita perlu menahannya dengan cara memberinya materi negatif. Materi
negatif merupakan materi yang memiliki sifat antigravitasi. Materi negatif
tidak saling menarik melainkan saling menolak. Apel biasa akan jatuh ke bawah
jika kita lempar tetapi apel negatif justru akan terus menerus naik ke atas.
Kita belum pernah melihat objek seperti ini. Seandainya kita bisa menemukan
materi negatif maka lubang cacing bisa dilewati.[6]
Materi negatif mungkin memang dapat
membuat lubang cacing bisa dilewati, akan tetapi hanya lubang cacing yang sudah
ada sejak awal yakni semenjak lahirnya alam semesta. Untuk membuat lubang
cacing yang baru, kita harus berhadapan dengan masalah yang lebih besar. Jika
kita ingin membuat jalan pintas dari bumi ke galaksi lain maka kita harus
“merobek” ruang dan menyambungnya kembali (dalam bahasa matematis adalah
mengubah topologi).
Teori relativitas umum memang
mengatakan bahwa ruang itu fleksibel. Ruang dapat melengkung, dapat memuntir,
dan dapat bergelombang. Akan tetapi ruang tidak bisa dirobek[7]. Dengan
demikian, teori relativitas umum mengijinkan lubang cacing untuk ada tetapi
tidak mengijinkan lubang cacing untuk dibuat.
Masih ada harapan
Sejarah tentang lubang cacing adalah
sejarah tentang harapan dan kekecewaan. Setelah kecewa karena lubang cacing
membutuhkan materi negatif agar bisa dilewati serta membutuhkan robekan dalam
ruang agar bisa dibentuk, ada secercah harapan dari teori kuantum.
Teori kuantum merupakan lawan dari
teori relativitas umum. Teori relativitas umum menjelaskan objek-objek
berukuran sangat besar sedangkan teori kuantum menjelaskan objek-objek
berukuran sangat kecil. Dua teori yang berlawanan ternyata bisa bekerja sama
untuk menyelesaikan suatu masalah.
Kita memang belum pernah melihat
materi negatif dalam kehidupan sehari-hari, tetapi teori kuantum menyatakan
bahwa materi negatif itu ada. Menurut teori kuantum juga, robekan-robekan dalam
ruang itu merupakan hal yang biasa terjadi dalam skala mikroskopik.
Jadi lubang cacing itu ada dan bisa
dibentuk, akan tetapi dalam ukuran yang sangat kecil[7]. Yang perlu kita
lakukan “hanyalah” meledakkan lubang cacing mini ini agar ukurannya menjadi
besar. Tentu saja hal ini masih jauh dari jangkauan teknologi kita saat ini.
Ditambah lagi, kita juga belum tahu apakah teori kuantum mengijinkan kita untuk
membuat cukup banyak materi negatif[8]. Berikut ini adalah video mengenai cara
ilmuwan membuat lubang cacing didalam laboratorium.
https://youtu.be/_kxKTX_GH4k
Karena kesulitan-kesulitan ini,
ditambah dengan beberapa kesulitan lainnya, banyak fisikawan yang sudah tidak
lagi menaruh harapan kepada lubang cacing. Meski demikian, bukan berarti sudah
tidak ada harapan bagi perjalanan antarbintang. Masih ada harapan lain selain
lubang cacing seperti warp drive. Satu hal yang pasti, jika kita saling
menghancurkan satu sama lain dengan peperangan dan kebencian maka di saat
itulah kita tidak punya harapan sama sekali.
sumber:
[1] Howell, Elizabeth. 2017. https://www.space.com/26078-how-many-stars-are-there.html
[2] Stphen Hawking. 2015. Into The
Universe With Stephen Hawking The Story of Everything. https://www.youtube.com/watch?v=dpma-J68Etc.
[3] A. Einstein and N. Rosen. 1935.
The particle problem in the general theory of relativity. Phys. Rev. 48, 73-77
[4] Collas, P., & Klein, D. 2011.
Embeddings and time evolution of the Schwarzschild wormhole. arXiv:1107.4871v2
[5] Fuller, R. W., & Wheeler, J.
A. 1962. Causality and Multiply-Connected Space-Time. Physical Review , 919.
[6] Morris, M. S., & Thorne, K.
S. 1988. Wormhole in spacetime and their use for interstellar travel: A tool
for teaching general relativity. American Journal of Physics , Volume 56.
[7] Tia Ghose. 2017. Magnetic Wormhole Created in Lab. https://www.scientificamerican.com
[8] Quantum Laser Pointer. 2016. The Elegant Universe – String Theory – Brian Greene – Documentary. https://www.youtube.com/watch?v=-kQXy9GZMuc
[9] warstek.com/
Post a Comment